Jalur Kereta Api NIS/SS/KAI Yogyakarta - Surakarta (1871-Sekarang)

Jalur Kereta api Yogyakarta - Surakarta merupakan jalur kereta api (sekarang) double track yang menghubungkan Kota Yogyakarta dan Surakarta(solo) dan melewati beberapa kota seperti Klaten, Delanggu dan Kartasura. Jalur ini pertama kali dibangun oleh NISM tahun 1871 setelah mendapat konsensi baik dari Pemerintah Hindia Belanda maupun dari penguasa Kraton Solo dan Jogja (Solo dan Jogja merupakan negara terpisah dan berdaulat lepas dari pemerintah Hindia Belanda). Pembangunan jalur ini sendiri terdiri dari dua tahap, yang pertama dari Solo sampai ke Ceper (Klaten) diresmikan tahun 1871, dan dari Klaten ke Yogyakarta (lempuyangan) diresmikan tahun 1873. Pada awalnya jalur ini tidak menyambung dengan jalur Westerlijnen (Cilacap - Yogyakarta) milik SS yang berakhir di Stasiun "Tugu", namun akhirnya kedua stasiun dihubungkan oleh NIS pada tahun 1887.

Jalur ini sempat menjadi jalur "double track" di masa pemerintahan Hindia Belanda namun memiliki kepemilikan berbeda. Permulaan jalur double track ini di Stasiun Tugu dimana di Peron Selatan Stasiun Tugu adalah milik NIS dengan lebar rel 1435mm (standard gauge), dan Peron Utara milih SS dengan lebar Rel 1067 mm (cape gauge). Jalur double track ini memanjang hingga ke Stasiun Balapan Solo. Jalur milik NIS sempat menjadi jalur unik dimana diantara dua batang relnya disisipkan batang ketiga, sehingga bisa dilalui oleh lokomotif milik SS yang mempunyai lebar jalur 1067 mm (atas permintaan Pemerintah Hindia Belanda sebagai syarat disetujuinya pembangunan jalur kereta Yogyakarta-Surakarta oleh NIS).

Stasiun Lempuyangan, Stasiun warisan NIS di Yogyakarta



Jalur ini kembali menjadi jalur single track setelah sebagaian besar rel NIS dicabut oleh Pemerintah Jepang dan hanya menyisakan jalur 1067 mm. Baru kemudian jalur ini kembali menjadi dibangun menjadi double track pada tahun 2007 oleh Pemerintah RI. Proses pembangunan double track menyebabkan beberapa Stasiun dinonaktifkan seperti Kalasan dan Ketandan. Dahulu juga terdapat beberapa halte di petak Klaten-Solo seperti Ngawonggo dan Wonosari yang sekarang bangunannya sudah tidak ada. Selain itu juga ada pemindahan stasiun seperti Stasiun Maguwo yang digeser ke timur agar lebih dekat bandara, dan Stasiun Gawok yang dipindah ke barat rel (sebelumnya di timur rel). Selain jalur utama, jalur NIS dulu juga mempunyai cabang dari Stasiun Srowot ke PG. Gondang di Klaten.

Dilihat dari sisi sejarah dan perkembangan bangunan stasiun, hampir semua bangunan asli stasiun milik NIS atau SS di lintas ini sudah tidak ada (terkecuali bangunan stasiun besar seperti Stasiun Yogyakarta, Lempuyangan, Purwosari, Balapan, Maguwo Lama, dan Jebres, pada umumnya masih asli, walaupun pada jaman belanda sudah pernah direnovasi, misalnya Stasiun Yogyakarta). Bangunan asli stasiun di lintas ini rata-rata hancur di masa pendudukan Jepang, atau pada saat masa revolusi fisik (perang kemerdekaan dan agresi militer Belanda). Bangunan yang masih ada sekarang, seperti misalnya bangunan Stasiun Klaten, Srowot, Delanggu, Ceper, Kalasan, dan Ketandan merupakan bangunan yang dibangun ulang pada masa DKA Tahun 50-an. Beberapa stasiun bahkan telah diganti bangunan lebih baru (total 3x ganti bangunan) seperti misalnya Stasiun Brambanan (bangunan jaman DKA hancur akibat Gempa Yogyakarta 2006), dan Stasiun Gawok. Untuk Stasiun Klaten, bangunan awal NIS awalnya sangat kecil (arsitekturnya mirip dengan Stasiun Depok NIS di Jawa Barat), kemudian setelah ada jalur ganda NIS dan SS, bangunannya dibesarkan sekitar Tahun 1903. Bangunan ini juga hancur akibat perang, sehingga DKA membangun ulang di Tahun 1950-an dan masih eksis sampai sekarang. Foto dan dokumentasi perkembangan stasiun dapat dilihat pada peta dengan klik lokasi stasiun. 




Komentar

Postingan Populer